

TIM SAR (SEARCH AND RESCUE) DILEMA ANTARA SKILL DAN PANGGILAN JIWA
(Catatan Kecil Untuk BASARNAS)
Gunung Samalas nama purbanya. Khalayak hari ini mengenalnya sebagai Rinjani. Menjulang gagah dibagian utara Pulau Lombok, sempat menjadi bincangan ringan Bung Rocky Gerung tentang keindahan dan kelas tripnya yang menantang. Bincangan ini pun menjelma rekomendasi bagi para penggiat alam bebas. Mereka yang menyebut dirinya pendaki gunung dari berbagai daerah di Indonesia bahkan manca negara tumpah ruah pada setiap jalur pendakian. Tentunya kondisi bisa berdampak positif dan negatif. Analisa pendaki bisa dibaca pada tulisan sebelumnya: Dilema Pendaki Gunung oleh Suwardi Rasyid.
Gunung Rinjani bagi suku Sasak merupakan simbol tingginya ilmu dan budaya. Suku Sasak Bayan menjadi simbol penjaganya. Keagungan dan keanggunan Rinjani penulis rasakan betul sejak kecil. Mulai dari legenda, tata-titih dan adab para tetua yang akan menuju Segara Anak. Mereka bukan sekedar mendaki gunung, dan tidak secuil niatan untuk menaklukkan gunung. Mereka mendaki untuk meminjam tempat (ketinggian alam) sekedar untuk mengesahkan atau bahkan meminta restu untuk menajamkan keilmuan.
Setiap peserta yang akan mendaki meski diseleksi betul oleh pimpinan rombongan (Pemangku). Bulan Maulud (Rabiul Awal, kalender Hijriyah) menjadi bulan utama masyarakat Sasak untuk naik menuju Segara Anak Rinjani. Mereka meyakini bahwa Maulud adalah bulan terbaik untuk menyempurnakan ilmu. Bagaimana dengan tradisi pendaki hari ini?
Rinjani kini kembali viral, cerita di media sosial masih terus diramaikan oleh peristiwa tragis yang dialami seorang pendaki wanita asal Brasil bernama Juliana Marins yang terjatuh dan meninggal dunia. Tragedi terjadi pada Sabtu (21/6/2025) dan ditemukan meninggal dunia pada Senin (23/6/2025) di kedalaman 600 meter. Diantara hiruk pikuk proses evakuasi yang terkendala cuaca buruk dan medan yang sulit, tersebut nama seorang relawan Agam Rinjani.
Berbagai kontroversi dan analisis atas tragedi yang sedikitnya mewarnai hubungan bilateral dua negara (Indonesia - Brasil) berseliweran. Opini nitizen “pencari viral dan fyp” tumpah ruah. Dari yang sekedar caption, status WA, tiktok, istagram, bahkan Podcase pun menjadikan topik ini Istimewa. Genre bahasa pun mengalir tak terbendung, dari yang sekedar mengumpat tanpa ilmu sampai kalimat tertata untuk membela diri dan nama baik terucapkan. Bahkan penikmat rasa pun mengolah diksi serupa puisi dan puja puji.
Pada kesempatan ini penulis mencoba mengurai dari sudut pandang kesulitan Tim SAR yang dirangkum berdasarkan; pengalaman, penjelasan resmi pihak BASARNAS, dan Agam Rinjani sebagai pemeran utama dalam proses evakuasi.
Fakta Pembentukan TIM SAR
Bagi seorang Pecinta Alam (khususnya UKM MAPALA = Unit Kegiatan Mahasiswa Pecinta Alam), prinsip dasar SAR masuk dalam materi wajib DIKLAT, yaitu pada materi Mountaineering dan Survival. Setelah proses DIKLAT, anggota MAPALA diberikan pilihan Skill Khusus salah satunya adalah SAR. Tim SAR Mapala wajib untuk mengikuti DIKLKAT dengan materi:
- Kesjas (Kesehatan dan Jasmani)
- P3K dan PPGD
- Mountaineering dan Peta Kompas
- Teknik Pencarian
- Teknik Evakuasi
Karena kegiatan Mapala umumnya diketinggian, maka Vertical Rescue adalah hal wajib yang harus terus dilatih dalam berbagai simulasi.
Anggota Tim SAR Mapala melakukan latihan rutin minimal satu kali dalam sebulan. Dalam simulasi yang dilakukan, menggali informasi tentang tradisi dan kepercayaan masyarakat setempat adalah kajian wajib yang harus diperhatikan sebagai bahan pertimbangan dalam proses pencarian korban dan evakuasi.
Hal inilah yang dilakukan Agam, karena dia berasal dari UKM Mapala UNHAS Makasar.
Bagaimana dengan Tim SAR BASARNAS ?
Karena tim ini milik pemerintah, sudah barang tentu pembentukannya harus melalui prosedur yang berlaku.
- Pengumuman rekrutmen dari BASARNAS (ketentuan dan syarat berlaku)
- Proses pendaftaran dan seleksi
- Pelatihan dan Pembinaan
Untuk menjadi anggota Tim SAR Basarnas, terdapat beberapa persyaratan umum dan khusus yang harus dipenuhi.
Persyaratan Umum:
- Warga Negara Indonesia (WNI) yang taat kepada Pancasila dan UUD 1945.
- Usia minimal 18 tahun dan maksimal 35 tahun saat melamar.
- Sehat jasmani dan rohani.
- Tidak pernah dipidana penjara atau kurungan.
- Tidak sedang berkedudukan sebagai CPNS, PNS, anggota POLRI, atau TNI.
- Tidak menjadi anggota atau pengurus partai politik.
- Bersedia ditempatkan di seluruh wilayah Indonesia.
Jika persyaratannya menjadi Tim BASRNAS sedemikian sederhana, dan UKM Mapala setiap kampus memiliki anggota Tim SAR sendiri, maka penulis bertanya;
- Kenapa tidak pernah ada pengumuman rekrutmen BASARNAS masuk dalam informasi UKM Mapala?
- Kenapa dalam setiap penangan korban diketinggian (gunung) Tim SAR Mapala tidak pernah muncul dan disebut?
- Tim SAR Mapala minimal berlatih satu kali dalam sebulan, dan Savety Prosedure menjadi ketentuan wajib anggotanya…Bagaimana dengan Tim BASARNAS ?
Rekomendasi Manajemen Kerja BASARNAS
Atas berbagai bahasa “sentilan” dari nitizen dalam banyak kasus penanganan peristiwa yang mengakibatkan korban jiwa (darat, laut dan udara), maka penulis sebagai bagian yang sangat peduli atas bertanya beban tanggungjwab Tim BASARNAS memberikan rekomendasi:
Perbaiki sistem rekruitmen.
Jika di UKM Mapala sudah ada Tim SAR, kenapa tidak melakukan komunikasi, dan koordinasi untuk proses seleksi atau rekrutmen. Mereka suka, senang, bahkan bahagia ketika hidup di gunung, dan mereka bangga menjadi bagian dari upaya antisipasi terjadinya korban di gunung, bahkan siap lahir batin untuk melaksankan tugas kemanusiaan.
Program sosialisasi tanggap bencana
Penulis berdomisili dekat dengan kantor BASARNAS (mungkin ranting atau cabang). Belum pernah ada kegiatan sosialisasi tanggap bencana, atau latihan simulasi prosedur keamanan dan keselamatan berkegiatan di alam bebas kepada masyarakat.
Minimal program tersebut diberikan kepada pihak sekolah (siswa; OSIS /Ekstrakurikuler), karena mereka nantinya akan menjadi orang-orang yang secara langsung atau tidak langsung berkegiatan di alam bebas.
Relawan dan Pos Informasi
Atas maraknya laporan tragedi jatuhnya korban di gunung, maka BASARNAS sebaiknya membentuk, dan membina relawan dalam Tim Kecil di posko-posko pendakian. Bekerjasama dengan pengelola setempat, operasional perlengkapan dan kinerja Tim Kecil ini akan menjadi pendukung yang efektif. Tiugas mereka sederhana; Brifing SOP pendakian (mengahadapi masalah kesehatan dan cedera ringan), dan SOP pelaporan kasus.
Perlengkapan dan Pembiayaan
Dalam penanganan kasus diberbagai tempat, penulis melihat selain BASARNAS tim lain pun semisal dari POLRI dan TNI senantiasa terlibat. Hal ini sungguh istimewa. Namun, alasan klise selalu terlontar dari pengampu kebijakan: Perlengkapan yang minim, dan pembiayaan yang terbatas.
Pemerintah punya; Badan Penanggulangan Bencana, TNI dan POLRI, Pemerintah Daerah, untuk pusat data cuaca ada BMKG, Rumah Sakit, Dinas Sosial, serta berbagai instansi yang didalamnya bersentuhan dengan kemanusiaan. Untuk itu, BASARNAS harus berani menyampaikan keperluan yang bisa terpenuhi dengan koordinasi terintegrasi.
- BASARNAS kebutuhan wajibnya apa?
- Jika tidak terpenuhi, kebutuhan itu ada di intansi mana?
- Instansi yang memiliki kebutuhan BASARNAS wajib mengijinkan pemanfaatan plus pembiayaannya jika BASARNAS memerlukan. (Perlu koordinasi juga dengan pihak swasta).
- Pihak pemerintah mengeluarkan regulasi untuk kepastian prosedur tersebut, dan BASARNAS melakukan sosialisasi, komunikasi, dan koordinasi. Finalnya adalah terbitnya MoU, dan atas MoU tersebut jika ada pihak yang lalai dengan alasan yang tidak jelas, maka pemerintah berkewajiban memberikan sanksi.
Pembinaan dan Latihan Rutin Anggota
Selaku pribadi yang telah “mewakafkan hidup” bagi keperluan hidup orang lain, maka setiap saat SOP Savety Prosedur, menyebarkan semangat jiwa pengabdian, meng-upgrade diri dengan segala kemungkinan yang akan terjadi dilapangan adalah nafas wajib setiap anggota BASARNAS. Simulasi penanganan kasus, diskusi rutin dengan berbagai pihak menjadi solusi upgrading anggota.
Penulis sangat berharap berbagai rekomendasi ini menjadi perhatian BASARNAS. Masyarakat menilai penanganan berbagai kasus terlalu lambat, karena “laporan akan ditangani setelah 1 x 24 Jam”, kata SOP. Penulis sangat paham akan rumitnya birokrasi, namun atas nama kemanusiaan sangat mungkin langkah taktisnya bisa disederhanakan.
Akhirnya sebagai bagian yang belum mampu terlibat langsung penulis sampaikan; “Terima Kasih BASARNAS, dan Mas Agam atas dedikasimu bagi kemanusiaan”. Untuk penggiat alam bebas, khususnya penikmat gunung yang bangga disebut “pendaki”, hormati hukum setempat dengan menjaga adab prilakumu!.
Identitas Penulis
“Saya mewakafkan diri untuk kemanusiaan. Hormatilah hukum setempat, jaga adab pendakianmu.”
Komentar
Join the conversation