Join our Grup FaceBook Contact Us Join Now!
Please wait 0 seconds...
Scroll Down and click on Go to Link for destination
Congrats! Link is Generated

Fulan: Kelahiran

Oba sudah sampai di kampung, orang-orang sudah ramai berteriak “capat, cepat Oba”.

“Mana Fat” Tanya Oba pada orang-orang kampung yang sudah ramai di pekarangan rumahnya.

“Sudah dibawa ke Rumah Sakit” Sahut salah satunya.

“Cepat susul Istrimu Oba” kata Ama Dir salah satu Tetua di kampung

“Kenapa tidak tunggu saya” Sahut Oba kesal sambil menahan enggahan napas ketika berlari dari sawah sampai rumah.

“Eeeeeee.. alau tunggu kamu Istrimu bisa bahaya” Sahut Ama Dir, bernada tidak kalah tingginya.

“Dia kan Istri saya”

“Heee bicara apa anak ini,, Penghuni langit saja sudah tau Fat itu Istrimu. cepat susul sana” Sahut Ama Dir lagi.

“Sudah-sudah….” Di antara orang ramai itu mencoba meredam.

“Ayo naik.. Cepat!!” Tiba-tiba ada laki-laki seumuran Oba menawarkan tumpangan sepeda gayung.

Tak pikir panjang, Oba langsung berdiri di bagian belakang antara Ban belakang dengan pijakan Ass sepeda yang sebetulnya tidak ideal digunakan oleh orang dewasa. Sepeda BMX, milik Amir, keponakan dari kawan Oba yang menawarkan tumpangan.

“Cepat sedikit”..

“Ini sudah Cepat”

Dua kilometer perjalanan yang mereka harus tempuh. Bagi Oba ini perjalanan yang sangat panjang, rumit, ban sepeda seperti berputar di atas padang pasir, satu kayuhan hanya bergeser satu centi. Setidaknya begitulah perasaan Oba dalam keresahannya.

“Bisa cepat lagi” tuntut Oba..

Sekuat tenaga Burhan mengayuh lebih cepat, apa daya sepedah tidak ideal, tubuh Burhan tidak sebesar Oba, penumpangnya lebih besar darinya, seperti gajah dewasa. Makin dikayuh makin menindih, belalai gajah terus saja menagih lebih cepat, cepat dan cepat. Setidak-tidaknya begitulah perasaan Burhan menjawab tuntutan Oba.

Rumah sakit sudah nampak dari kejauhan. Lengang dan longgar dada Oba melihatnya. Putaran ban belakang cukup stabil meski ban belakang jika lebih lama lagi akan ikut bersuara, kaki Oba kokoh menyantel diujung ass sepeda, Jempol kakinya menjulur ke besi fork (garpu belakang) sepeda. Ini adalah teknik menjadi penumpang sepeda yang berdiri di belakang, mengandalkan tekad dan telapak kaki yang kuat menahan rasa sakit ditinju ujung ass sepeda, jika jalan berlubang

tunjuan semakin terasa, jika jalan datar rasa sakit tak seberapa dibanding kegelisahan Oba pada Istrinya. Belum lagi, jempol kaki yang sesekali diparut terali sepeda bila posisi tidak pas. Aaahh bagi Oba itu tidak lagi terasa dibanding rasa resahnya.

Makin dekat makin jelas tulisan di atas gapura gerbang rumah sakit “RSUD BIMA”. Saratus meter lagi sampai, sepeda melaju deras berkat upaya keras Burhan. Makin dekat makin terasa slow motion laju si kumbang BMX.

“Cepat. Lagi dikit” Oba terus memacu, seperti memacu kuda di arena pacuan.

Kayuh burhan semakin cepat, lima kali lebih cepat dari sebelumnya, BMX tetap saja tidak melaju.

“Rantai putus” Burhan melihat ke bawah pedal sepeda. Menoleh ke belakang, ternyata rantai sudah tertinggal tiga puluh meter dari Iduknya.

Tidak pikir panjang, Oba lompat dari sepeda, lari ia menuju rumah sakit. Burhan yang setia kawan ikut lari menyusul tidak kalah cepatnya, sambil berteriak “Ama Titip Sepeda” pada tukang Benhur yang masih tertawa melihat Burhan mengayuh sepede tanpa rantai. Makin tertawa melihat mereka berdua beradu lari menuju rumah sakit. Oba langsung mengarah ke ruang UGD.

“Dimana Istri saya?”

Suster yang berjaga di depan pintu kaget bukan kepalang. Melihat lelaki tinggi, legam dan kekar penuh tanah kering di Bajunya, apalagi kakinya.

“Istri siapa” Tanya suster.

“Istri saya” Menunjuk dada dengan mimikik yang menagih.

“Istrinya kenapa” Tanya santai dan rada-rada acuh. Mungkin karena merasa kaget di awal.

“Istri saya,,” lebih meyakinkan susternya

“Iya kenapa Istrinya” mulai cetus si suster

“Mwlahirkan” Sahut Burhan …… Oba menoleh ke arah Burhan dan merasa terbantukan.

“Ya bukan di sini kalau mau cari orang melahirkan” Jawaban suster masih cetus.

“Terus di mana” Burhan mengambil alih percakapan.

“Diruang persalinan lah”

“Dimana ruangannya”

“Lewat lorong itu, belok kanan lurus sampai ujung”

Keduanya tidak mengacuhkan lagi, mereka lari ke arah yang dimaksud, belok kanan sekali, sudah nampak beberapa orang yang Oba kenal. Sudah sampai. Perempuan lebih tua dari Oba langsung menyambut dengan pertanyaan yang bernada keluh.

“Dari mana saja Oba, kenapa baru sampai”

“Iya Kak Sum, Kami naik sepeda” Sahut Burhan.

“Yaa Allah….. Hebat sekali perjuangan adikku ini, bajumu saja tidak sempat kamu salin, cuci kaki mu dulu"

Kak Sum, Kakak Tertua dan satu-satunya bagi Oba, bukan saja sebagai Kakak, sekaligus berperan menjadi Ibu dan Bapak bagi Oba semenjak usia Oba sembilan tahun. Wajar jika Kak Sum bernada keluh, Oba tidak berani menyahut, bukan takutnya yang ia tampakkan, tapi hormat dan takdimnya pada sang Kakak.

Tangis keras bayi dari dalam ruang persalinan. Tegap tubuh Oba mendengar suara tangis merdu itu, penantian sembilan tahun terbayar sudah. Air mata Kak Sum melengkapi kebahagiaan, keponakan pertama baginya. Burhan tak kurang rasa gembiranya melihat kawan karib sehidup sematinya kini memiliki momongan pertama selama sembilan tahun pernikahan mereka, terpikir olehnya untuk segera menikah. “Pihak keluarganya silahkan masuk” kata Bidang persalinan. “Anaknya laki, ke arah sana” menunjuk box tabung bayi

Kak Sum, yang masuk pertama, disusul Oba. Masih diselimuti syukur dan bahagia Kak Sum membalik badan memeluk Adik kesayangannya dan mencium keningnya. Oba menjawab kasih sayang kakaknya itu dengan tangisan yang sebetulnya sedari tadi dia tahan-tahan.

“Tangok Istrimu dulu” nasihat Kak Sum.

Oba lansung mengara ke dipan persalinan, air matanya tetap mengalir meski berkali-kali dia usap.

“Fatimah,, terimakasih.. kamu juga selamat.."

Fat tidak menyahut, diselimuti beberapa kain sarung, sambil menahan dan menghapus jejak sakitnya selama persalinan, hanya senyum bahagia yang ditampakkan. Oba mencium keningnya. Burhan yang melihat dari dekat pintu masuk tersenyum menyaksikan itu, semakin besar dorongan hatinya untuk segera menikah.

“Oba” dengan nada yang lembut Kak Sum memanggil

“Adzankan anakmu dan siapkan namanya, niatkan Lillahita'ala, agar keturunanmu dan keturunan dari anakmu kelak menjadi manusia yang ‘BAIK’..”


Rate This Article

Thanks for reading: Fulan: Kelahiran II, Sorry, my English is bad:)

About the Author

Aras Atas

Post a Comment

Cookie Consent
We serve cookies on this site to analyze traffic, remember your preferences, and optimize your experience.
Oops!
It seems there is something wrong with your internet connection. Please connect to the internet and start browsing again.
AdBlock Detected!
We have detected that you are using adblocking plugin in your browser.
The revenue we earn by the advertisements is used to manage this website, we request you to whitelist our website in your adblocking plugin.
Site is Blocked
Sorry! This site is not available in your country.
// //